Sunday 29 March 2015

Minggu Palma

Minggu Palma yang dirayakan umat Katolik sedunia adalah hari peringatan dalam kalender Liturgi Gereja Katolik yang selalu jatuh pada hari Minggu sebelum Paskah. Perayaan ini merujuk kepada peristiwa yang dicatat pada empat Injil, yaitu Markus 11:1-11, Matius 21:1-11, Lukas 19:28-44 dan Yohanes 12:12-19. Dalam perayaan ini dikenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem sebelum Ia disalibkan.[1] Masuknya Yesus Kristus ke kota suci Yerusalem adalah hal yang istimewa, sebab terjadinya sebelum Yesus mati dan bangkit dari kematian.
Itulah sebabnya Minggu Palma disebut pembuka pekan suci, yang berfokus pada pekan terakhir Yesus di kota Yerusalem.[1] Dalam liturgi Minggu Palem, umat dibagikan daun palem dan ruang gereja dipenuhi ornamen palem.[1]

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah dekat Yerusalem, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu. Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan segera menemukan seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskan keledai itu dan bawalah ke mari. Dan jika ada orang mengatakan kepadamu: Mengapa kamu lakukan itu, jawablah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini.”

Menurut kebiasaan liturgis, pada hari ini disiapkan daun palem untuk diberkati dan digunakan oleh umat dalam perarakan menuju Gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palem yang dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja damai.

PADA PEMBERKATAN PALMA
     Menjelang perayaan Paskah Yahudi Yesus memasuki Yerusalem. Disertai murid-murid-Nya Yesus disambut dengan gembira oleh penduduk Yahudi yang berseru: “Hosanna! Diberkatilah Dia yang datang, dalam nama Tuhan! Diberkatilah Kerajaan yang datang, kerajaan Bapa kita Daud! Hosanna di tempat yang mahatinggi!”. Yesus diharapkan datang untuk membangun kembali kerajaan Daud. Tetapi Yesus sendiri tahu, bahwa akhirnya mereka akan menolak Dia, bahkan akan menyalibkan diri-Nya. Takhta yang akan disediakan bagi-Nya ternyata adalah salib! Dan di salib itu akan tertulis: “Yesus, orang Nasaret, Raja orang Yahudi” (Yoh 19:19).

Pada zaman itu sudah menjadi tradisi bahwa raja atau bangsawan datang beriringan dalam sebuah prosesi dengan menunggang keledai. Keledai adalah simbol perdamaian. Maka, mereka yang hadir dengan membawa keledai tiada lain juga membawa pesan perdamaian. Sementara daun palma yang dilambaikan menandai kemenangan dan kemuliaan.

Dalam pemahaman yang paling sempit, Minggu Palma adalah permenungan pekan terakhir hidup Yesus. Sepanjang hari-hari itu, dua hal bisa dipersiapkan: penderitaan dan kebangkitan Yesus. Mengapa dan bagaimana ‘penderitaan’ Yesus itu signifikan untuk kita?

Pertama, penderitaan dan wafat Yesus menyampaikan makna penebusan. Pesan ini paling nyaring dan tampak jelas dalam Perjamuan Terakhir Kristus dengan para murid-Nya. Matius mengisahkan lahirnya Perayaan Ekaristi dengan menekankan nilai penebusan tersebut: “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (26:28). Kristus adalah Domba Paskah baru yang dikurbankan dan menjadi tebusan banyak orang.

Kedua, kedatangan Yesus menandai pendamaian dosa seluruh bangsa. Yesus memperbaiki hubungan manusia dengan Allah dengan mengenyahkan dosa-dosa mereka. Tindakan Yesus yang paling menyentak dalam contoh ini adalah kunjungan Yesus ke rumah Zakeus: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lk 19: 9-10).

Ketiga, ‘solidaritas’ merupakan kata kunci untuk menerangkan bagaimana penderitaan dan wafat Kristus memberikan efek pada kita semua para pendosa. Kristus menjadi manusia dan bersedia menanggung beban dosa-dosa dunia dan menjadi ‘domba tebusan salah yang membiarkan dirinya disembelih’ (Bdk Im 14:25). Dalam liturgi Jumat Agung nanti, kita akan mendengarkan dan merenungkan Kitab Yesaya (53:4-6). Bacaan ini membawa kita untuk merenungkan Kristus yang mempraktikan solidaritas sebagai satu tubuh. Gereja umat Allah adalah satu tubuh dengan Kristus sebagai kepalanya.

sumber : wikipedia, hidupkatolik.com,
Pada zaman itu sudah menjadi tradisi bahwa raja atau bangsawan datang beriringan dalam sebuah prosesi dengan menunggang keledai. Keledai adalah simbol perdamaian. Maka, mereka yang hadir dengan membawa keledai tiada lain juga membawa pesan perdamaian. Sementara daun palma yang dilambaikan menandai kemenangan dan kemuliaan.

Dalam pemahaman yang paling sempit, Minggu Palma adalah permenungan pekan terakhir hidup Yesus. Sepanjang hari-hari itu, dua hal bisa dipersiapkan: penderitaan dan kebangkitan Yesus. Mengapa dan bagaimana ‘penderitaan’ Yesus itu signifikan untuk kita?

Pertama, penderitaan dan wafat Yesus menyampaikan makna penebusan. Pesan ini paling nyaring dan tampak jelas dalam Perjamuan Terakhir Kristus dengan para murid-Nya. Matius mengisahkan lahirnya Perayaan Ekaristi dengan menekankan nilai penebusan tersebut: “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (26:28). Kristus adalah Domba Paskah baru yang dikurbankan dan menjadi tebusan banyak orang.

Kedua, kedatangan Yesus menandai pendamaian dosa seluruh bangsa. Yesus memperbaiki hubungan manusia dengan Allah dengan mengenyahkan dosa-dosa mereka. Tindakan Yesus yang paling menyentak dalam contoh ini adalah kunjungan Yesus ke rumah Zakeus: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lk 19: 9-10).

Ketiga, ‘solidaritas’ merupakan kata kunci untuk menerangkan bagaimana penderitaan dan wafat Kristus memberikan efek pada kita semua para pendosa. Kristus menjadi manusia dan bersedia menanggung beban dosa-dosa dunia dan menjadi ‘domba tebusan salah yang membiarkan dirinya disembelih’ (Bdk Im 14:25). Dalam liturgi Jumat Agung nanti, kita akan mendengarkan dan merenungkan Kitab Yesaya (53:4-6). Bacaan ini membawa kita untuk merenungkan Kristus yang mempraktikan solidaritas sebagai satu tubuh. Gereja umat Allah adalah satu tubuh dengan Kristus sebagai kepalanya. - See more at: http://www.hidupkatolik.com/2012/03/30/minggu-palma#sthash.jA66e3Wc.dpuf

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger