Wednesday, 13 May 2015

Tatacara Membuang Benda Rohani

Umat Katolik biasa meminta berkat untuk benda rohani kepada imam atau uskup. Jika benda itu rusak, tak boleh dibuang begitu saja? Ada tatacaranya.

Salah seorang umat yang kurang paham cara membuang benda-benda rohani yang rusak adalah Franseline Sanny Ratna atau yang akrab disapa Sanny. Di rumahnya, Sanny pernah mengumpulkan benda-benda rohani rusak seperti rosario putus, salib patah, patung yang sebagian tubuhnya pecah, dan kertas doa tak terpakai.
Awalnya, umat Paroki Regina Caeli, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara ini hanya mengumpulkan benda-benda suci itu sedikit demi sedikit. Lama-lama kardus yang dipakai untuk menampung terisi sampai penuh. Umat lingkungan Albertus Magnus Wilayah dua ini kemudian mulai bingung ketika ingin membuang barang-barang rohani rusak yang sudah diberkati itu. “Kadang jika ada sebagian tubuh patung rusak misalnya tangan Bunda Maria lepas, saya putuskan untuk tidak memakainya lagi. Sebab kalau dilem takut terlepas, jadi saya simpan dalam kardus. Tapi saya juga tidak berani membuang secara sembarangan,” tuturnya.

Namun, kekhawatiran Sanny akhirnya terjawab. Pada Desember 2014, parokinya membangun sebuah sakrarium atau sumur suci yang terletak di belakang gereja. Sumur suci yang berukuran panjang dua meter dan lebar satu setengah meter dengan kedalaman dua meter itu terbuat dari semen dengan alas tanah. Fungsi sumur suci adalah untuk tempat membakar benda-benda rohani rusak yang sudah tak dipakai lagi.

Sumur Suci
Berangkat dari pertanyaan umat tentang cara membuang benda-benda rohani rusak, Seksi Liturgi Paroki Regina Caeli meminta persetujuan Pastor Paroki untuk membuat sakrarium atau sumur suci. Setelah disetujui, Ketua Seksi Liturgi Paroki Regina Caeli periode 2014- 2016 Christophora Judyana Maretty atau yang akrab disapa Judy menghubungi bagian rumah tangga dan kompleks gereja untuk membantu mempersiapkan pembuatan sumur suci itu.

Menurut Judy, yang sejak 2011 aktif di Komisi Liturgi Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), setiap gereja idealnya memiliki sakrarium atau sumur suci. Namun, dewasa ini, keberadaan tempat-tempat seperti itu kurang diperhatikan. “Benda rohani dikhususkan untuk Tuhan. Karenanya, perlu diperlakukan secara hormat bila rusak. Artinya, tidak dibuang sembarangan begitu saja ke tempat sampah,” ujarnya.

Setelah membuat sakrarium atau sumur suci, Judy segera menginformasikan kepada umat Paroki Regina Caeli untuk mengumpulkan benda-benda rohani rusak di tempat yang telah disediakan. Informasi adanya sumur suci di Paroki Regina Caeli pun tersebar dari mulut ke mulut.

Banyak umat dari berbagai paroki di KAJ pun juga tertarik datang membawa benda rohaninya yang rusak dan meminta untuk dibakar di sumur suci yang mereka miliki. Tak sedikit juga, umat yang menghubungi sekretariat Paroki Regina Caeli menanyakan ikhwal keberadaan sumur suci itu.

“Sejak Januari 2015 sampai sekarang banyak yang telepon ke sekretariat meminta informasi tentang sakrarium atau sumur suci. Prinsipnya, saya jelaskan betul tentang sakrarium, tapi belum ada perintah soal umat dari mana saja yang bisa memakainya. Tentunya, untuk sementara diperuntukkan bagi internal umat Regina Caeli. Tetapi jika ada yang datang dari luar dan sudah membawa benda rohani yang rusak, tidak mungkin kami tolak,” kata petugas sekretariat Paroki Regina Caeli, Frans Boly.

Cara Dibakar
Biasanya umat yang membawa benda rohani rusak kemudian menyerahkannya kepada koster paroki itu, Benediktus atau akrab disapa Benny. Semua benda itu dikumpulkan terlebih dahulu. Jika sudah banyak, atau kurang lebih dalam jangka waktu dua minggu, Benny membawanya ke sumur suci.

Setelah empat bulan dibuka, ada beberapa umat yang menitipkan benda rohaninya yang rusak seperti rosario putus, salib, patung Bunda Maria atau Yesus yang pecah, dan kertas doa untuk dibakar di sumur suci. “Paling banyak Rosario yang mereka bawa. Kertas misa minggu juga ada. Kertas doa Novena Tiga Salam Maria banyak sekali. Jika tidak dibakar, benda-benda suci yang rusak itu akan menumpuk. Saat membakar, tidak ada doa-doa khusus. Yang jelas kita perlakukan barang-barang itu secara layak dan hormat,” kata Benny yang sudah menjadi koster sejak 2007 ini.

Bagaimana proses pembakaran benda suci itu? Biasanya Benny menumpuk benda-benda rusak itu ke dalam sumur suci. Ia lantas menyiram benda suci itu dengan minyak tanah dan kemudian membakarnya. Prosesnya ditunggu beberapa menit, hingga benda rohani itu hancur. Abunya dibiarkan menumpuk di dalam sumur suci.

“Sebelum ada sumur, kertas doa dibuang sembarang saja di belakang halaman gereja. Kini, setelah ada sumur, kita membuang benda rohani rusak yang tak terpakai itu ke dalam sumur suci. Sebagai pengaman, di atas sumur diberi penutup dan dikunci agar tidak sembarang orang bisa menggunakannya,” kata Benny.

Doa Jenazah
Di tempat lain, di Paroki St Gemma Galgani, Katedral Ketapang, Kalimantan Barat, ada kebiasaan lain dalam memperlakukan benda-benda suci yang rusak atau tak terpakai lagi. Benda-benda rohani itu dibuang dengan cara dikubur. Ketua Seksi Paramenta, yang mengurus alat-alat liturgi gereja, Sr M. Lidwina PIJ menuturkan, selama ini pihak gereja membuang benda rohani rusak dengan cara menguburnya di tempat yang layak.

Artinya, membuang benda rohani rusak tidak ke tempat sampah, melainkan di tempat yang layak. “Di Katedral ada tempat di belakang gereja yang aman, biasanya untuk mengubur benda-benda rohani rusak,” kata suster yang juga mengurus bagian keuangan di Keuskupan Ketapang ini.

Lain halnya di rumah komunitas tempat Sr Lidwina tinggal. Kalau ada benda rohani yang rusak, Sr Lidwina selalu menyimpannya di meja doa dalam kamar. Sr Lidwina akan berdoa jika misalnya ada patung Bunda Maria yang tangannya patah. “Jika saya berdoa dengan melihat patung Bunda Maria yang patah itu, semangat panggilan saya semakin bertambah,” cerita Sr Lidwina.

Membuang benda rohani rusak dengan cara dikubur juga dilakukan di Keuskupan Ruteng, Flores, Nusa Tenggara Timur. Malah, sebelum dilakukan penguburan atribut suci di gereja yang sudah tidak terpakai lagi atau rusak itu diadakan doa pemberkatan jenazah. Mereka percaya bahwa benda rohani itu sesuatu yang sakral, sehingga dapat diperlakukan seperti manusia saat hendak dikuburkan.

Ketua Komisi Kerohanian Keuskupan Ruteng Romo Ompi L. Latu menuturkan, barang rohani yang sudah tak terpakai biasanya tidak dibuang tetapi dikubur. “Biasanya benda rohani dikubur di dekat gereja. Jika penguburan dilakukan oleh kaum awam, tidak dilakukan acara doa. Tetapi jika seorang imam yang menguburkan benda suci itu, maka harus dilakukan doa khusus,” kata Romo Ompi.

Di Pematangsiantar, Sumatra Utara, benda rohani tak terpakai misalnya kasula juga harus disimpan dan kemudian dibakar atau dikubur di dalam tanah. “Soal ritus, tidak ada ritus khusus. Namun karena keyakinan iman kita dalam menghormati benda suci, maka kita perlu menaruh hormat dan memperlakukannya dengan baik,” kata Romo Alfonsus Very Ara, dosen Teologi dan Staf Pembina Seminari Tinggi St Petrus Pematangsiantar.

Aprianita Ganadi
Laporan: G.A.S Andri Cahyono (Ketapang), 
Adrianus Aba (Ruteng), 
Fr Nicolaus Heru (Pematangsiantar)

sumber : hidupkatolik.com

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger